Minggu, 20 Februari 2022

Hari-hari berat

Obrolan bersama salah seorang sahabat yang kembali ke Medan setelah memutuskan pindah beberapa tahun lalu ke Surabaya membuat kami bercerita panjang lebar berjam-jam. Aku melihat kondisi mentalnya ada pada fase marah selepas putus. Dia jg bertanya banyak hal tentangku. 

Kalau kuperhatikan dari beberapa hal, ternyata tidak terlalu berbeda hubungannya denganku, bukan soal putusnya tapi soal beberapa hal lain dalam hubungan ini. Bisa jadi memang tidak pernah akan berhasil hubungan cinta seperti ini.

Sebulan ini aku sudah dua kali kena gejala seperti covid, semoga bukan. Ini kali kedua dan terasa lebih menyakitkan, beberapa hari hanya bisa rebahan dan bangkit untuk ke kamar mandi, selebihnya hanya tertidur karena minum obat, itu pun beberapa jam sekali terjaga kembali.

Selepas sesi curhat itu memori yang perlahan tertimbun memori baru kembali harus naik ke permukaan, aku ke-trigger dan  sampai beberapa hari setelah itu, ditambah sakit dan hingga detik ini. Semuanya belum hilang. Beberapa hari setelah pertemuan itu aku bilang padanya, "U know what?, aku ke trigger dengan semua obrolan kita."

Si temen ngerasa bersalah, ya, bukan salah dia juga. Posisinya adalah kami bukan orang yang tepat untuk saling curhat semestinya, karena dia sakit, aku juga sakit. Mungkin dia di fase marah, tapi aku di fase mencoba ikhlas, membiarkan, melepaskan dan lalaalalala itu.

Lama sekali aku tidak pernah lagi membicarakan tentang Al. Aku seperti mengunci mulutku hingga lupa cara melafalkan nama itu, nama yang bertahun-tahun membuat air mataku tumpah tanpa sebab, juga tersenyum hangat.

Hidup tidak melulu tentang kita. Itu benar. Banyak hal di luar kita yang harusnya kita cicipi, rasakan, nikmati. Kepahitan hidup sebelah lain, patah hati dengan orang lain, mencintai seseorang atau hanya mengingat kenangan-kenangan lama pun terasa cukup dan hangat. Kau tahu aku sedang apa selain mengetik ini kan, ya, tentu menangis.

Kau memblok atau menghapus semua tentangku tidak apa, barangkali begitu caramu bertahan. Aku tahu cangkangmu juga lemah hanya kau lebih indah memolesnya. Mungkin lima, sepuluh atau dua puluh tahun lagi takdir kita berpapasan, bisa bertemu, berteman dengan baik. Saat kita sudah melewati banyak hal konyol yang bisa kita tertawakan dan saling bully kembali. Kita akan ngopi dan ngobrol bersama, mungkin. Aku akan menantikan masa itu.

jaket lusuh

hari ini aku membuka lemari pakaianku menyusun ulang beberapa helai ingatan dan membersihkan debu dari kenangan. aku melihat jaket sag...