“Kak, Adek bingung harus jawab apa.”
Suara Al pagi itu berhasil menggalaukan hari saya. Beberapa
hari yang lalu saya merasa ada sesuatu yang dipendam, Al, selalu mengganjal,
namun ia menyimpannya. Saya merasa ia ingin mengkonfirmasi sesuatu namun tidak punya
cukup keberanian, maka setelah saya berhasil membujuknya untuk bercerita, ia
pun menceritakan keluhannya.
Al bercerita bahwa ia sesekali juga curhat dengan temannya
tetang hubungan kami, namun ia menjadi sedikit goyah jika temannya menanyakan
hal-hal yang ia juga belum dapat meyakinkan. Mungkin itu seperti pertanyaan
alam bawah sadarnya sendiri yang coba ia tekan agar tidak muncul kepermukaan
hubungan kami, namun jika terus-terusan disinggung ia juga pasti menjadi galau.
Ini tentang saya dan masa lalu. Saya memang masih tinggal
bersama dengan mantan yang sudah 5 tahun bersama. Al sudah tahu semuanya,
karena memang sejak awal saya tidak pernah menyembunyikan hal-hal seperti itu
padanya. Untuk memulai sebuah hubungan harus didasari sebuah kepercayaan dan
penerimaan, saat itu Al percaya pada saya, ia menerima cinta saya.
Saya tidak tinggal berdua dengan mantan, sebab di rumah juga
ada adik perempuannya dan teman SMA adiknya. Kami memutuskan mengontrak rumah
dengan dua kamar. Tentu karena sejak awal saya tinggal dengan mantan maka
begitu seterusnya. Saya dan mantan sudah seperti saudara, biarpun hubungan kami
berakhir maka tidak lantas saling mencampakkan atau meninggalkan begitu saja,
sebab kami sudah melewati semua kesakitan maupun kebahagiaan bersama. Tidak ada
dendam, maka kami menjadi teman bahkan jauh seperti saudara kandung.
Al paham itu, saya sudah menjelaskan. Namun saya dan Al
memang belum pernah bertemu, kami berpacaran baru dimulai pertengahan September
kemarin, bagaimana pun ia mencoba mengerti tentu ada hal-hal yang tetap akan
membuatnya ragu.
Ia bercerita pada temannya dan mereka selalu bertanya, “Apa
kamu yakin?”, Al memang selalu menjawab dengan, “Aku percaya padanya, ia pasti
tahu bagaimana bersikap,” namun ia tidak berhasil meyakinkan temannya.
Saya katakana pada Al, jika ini tentang sebuah kecemburuan
maka wajar jika ia cemburu, namun jika cemburu karena berfikir saya akan
kembali pada mantan atau belum bisa move
on karena masih mencintai lantas ingin kembali maka semua itu salah. Jangankan
temannya, Al, yang sama sekali tidak mengenal saya dan mantan, teman-teman saya
yang satu kota pun saat saya bercerita tentang mantan mereka pasti bertanya, “kok
bisa sudah jadi mantan tapi masih tinggal serumah?”, jujur saya sulit
menjelaskan, maka kadang saya hanya membalas dengan tertawa dan sedikit
menjelaskan.
Mantan itu bukan momok atau penyakit yang harus ditakuti bahkan
dibenci, mantan itu seseorang yang pernah bersinggungan dengan hidup kita,
seseorang yang pernah kita masukkan kedalam daftar istimewa dalam hidup kita,
jika kita pernah mencintai orang tersebut.
Mereka sama seperti kita atau pacar kita sekarang, mereka
hanya perempuan biasa, saling jatuh cinta namun kemudian mungkin karena satu
atau dua hal menjadi halangan bagi prinsip atau ego kita lantas memutuskan
berpisah. Memangnya jika berpisah maka harus saling menbenci, atau harus
memberi jarak yang jauh hingga tak boleh membuka kenangan sedikitpun tentang
mereka?
Ketika kita sudah saling mengikhlaskan dan saling memaafkan,
kehidupan kita akan jauh terasa lebih baik dan lebih bahagia. Mungkin ada
memang mantan yang menyebalkan, tetapi saya rasa itu tergantung sikap kita
meladeni mereka. Jika sudah memutuskan berhenti maka ya sudah, berhentilah
bersikap sebagai pacar. Jika masih ingin bersahabat maka hubungan pun akan
dilanjutkan sebagai sahabat baik, tidak saling tersinggung saat yang lain
mendekati wanita lain justru saling curhat dan memberi support, karena begitulah saya dan mantan.
Jika ditanya, “mengapa tidak pindah saja?”, saya mau pindah,
asal punya teman-teman rumah yang asik seperti mereka, yang mau memasakkan
makanan saat pulang kerja kelaparan atau saling menjaga saat yang lain sedang
sakit. Jujur dari awal merantau saya benci jika harus tinggal sendirian, karena
jika jauh dari orang tua dan tanpa teman itu benar-benar menyedihkan apalagi
jika terjadi sesuatu pada kita, tiba-tiba sakit atau apalah. Saat ada
orang-orang yang bisa kau andalkan dan teman berbagi tentu lebih baik.
Pasti banyak orang yang tidak bisa menerima alasan atau
penjelasan saya, termasuk teman-teman saya atau teman Al, tidak apa. Karena yang
merasakannya langsung ya saya, mantan atapun Al.