Rabu, 07 Oktober 2015

Kebingungan, Al


“Kak, Adek bingung harus jawab apa.”
Suara Al pagi itu berhasil menggalaukan hari saya. Beberapa hari yang lalu saya merasa ada sesuatu yang dipendam, Al, selalu mengganjal, namun ia menyimpannya. Saya merasa ia ingin mengkonfirmasi sesuatu namun tidak punya cukup keberanian, maka setelah saya berhasil membujuknya untuk bercerita, ia pun menceritakan keluhannya.

Al bercerita bahwa ia sesekali juga curhat dengan temannya tetang hubungan kami, namun ia menjadi sedikit goyah jika temannya menanyakan hal-hal yang ia juga belum dapat meyakinkan. Mungkin itu seperti pertanyaan alam bawah sadarnya sendiri yang coba ia tekan agar tidak muncul kepermukaan hubungan kami, namun jika terus-terusan disinggung ia juga pasti menjadi galau.

Ini tentang saya dan masa lalu. Saya memang masih tinggal bersama dengan mantan yang sudah 5 tahun bersama. Al sudah tahu semuanya, karena memang sejak awal saya tidak pernah menyembunyikan hal-hal seperti itu padanya. Untuk memulai sebuah hubungan harus didasari sebuah kepercayaan dan penerimaan, saat itu Al percaya pada saya, ia menerima cinta saya.

Saya tidak tinggal berdua dengan mantan, sebab di rumah juga ada adik perempuannya dan teman SMA adiknya. Kami memutuskan mengontrak rumah dengan dua kamar. Tentu karena sejak awal saya tinggal dengan mantan maka begitu seterusnya. Saya dan mantan sudah seperti saudara, biarpun hubungan kami berakhir maka tidak lantas saling mencampakkan atau meninggalkan begitu saja, sebab kami sudah melewati semua kesakitan maupun kebahagiaan bersama. Tidak ada dendam, maka kami menjadi teman bahkan jauh seperti saudara kandung.

Al paham itu, saya sudah menjelaskan. Namun saya dan Al memang belum pernah bertemu, kami berpacaran baru dimulai pertengahan September kemarin, bagaimana pun ia mencoba mengerti tentu ada hal-hal yang tetap akan membuatnya ragu.

Ia bercerita pada temannya dan mereka selalu bertanya, “Apa kamu yakin?”, Al memang selalu menjawab dengan, “Aku percaya padanya, ia pasti tahu bagaimana bersikap,” namun ia tidak berhasil meyakinkan temannya.

Saya katakana pada Al, jika ini tentang sebuah kecemburuan maka wajar jika ia cemburu, namun jika cemburu karena berfikir saya akan kembali pada mantan atau belum bisa move on karena masih mencintai lantas ingin kembali maka semua itu salah. Jangankan temannya, Al, yang sama sekali tidak mengenal saya dan mantan, teman-teman saya yang satu kota pun saat saya bercerita tentang mantan mereka pasti bertanya, “kok bisa sudah jadi mantan tapi masih tinggal serumah?”, jujur saya sulit menjelaskan, maka kadang saya hanya membalas dengan tertawa dan sedikit menjelaskan.

Mantan itu bukan momok atau penyakit yang harus ditakuti bahkan dibenci, mantan itu seseorang yang pernah bersinggungan dengan hidup kita, seseorang yang pernah kita masukkan kedalam daftar istimewa dalam hidup kita, jika kita pernah mencintai orang tersebut.

Mereka sama seperti kita atau pacar kita sekarang, mereka hanya perempuan biasa, saling jatuh cinta namun kemudian mungkin karena satu atau dua hal menjadi halangan bagi prinsip atau ego kita lantas memutuskan berpisah. Memangnya jika berpisah maka harus saling menbenci, atau harus memberi jarak yang jauh hingga tak boleh membuka kenangan sedikitpun tentang mereka?

Ketika kita sudah saling mengikhlaskan dan saling memaafkan, kehidupan kita akan jauh terasa lebih baik dan lebih bahagia. Mungkin ada memang mantan yang menyebalkan, tetapi saya rasa itu tergantung sikap kita meladeni mereka. Jika sudah memutuskan berhenti maka ya sudah, berhentilah bersikap sebagai pacar. Jika masih ingin bersahabat maka hubungan pun akan dilanjutkan sebagai sahabat baik, tidak saling tersinggung saat yang lain mendekati wanita lain justru saling curhat dan memberi support, karena begitulah saya dan mantan.

Jika ditanya, “mengapa tidak pindah saja?”, saya mau pindah, asal punya teman-teman rumah yang asik seperti mereka, yang mau memasakkan makanan saat pulang kerja kelaparan atau saling menjaga saat yang lain sedang sakit. Jujur dari awal merantau saya benci jika harus tinggal sendirian, karena jika jauh dari orang tua dan tanpa teman itu benar-benar menyedihkan apalagi jika terjadi sesuatu pada kita, tiba-tiba sakit atau apalah. Saat ada orang-orang yang bisa kau andalkan dan teman berbagi tentu lebih baik.

Pasti banyak orang yang tidak bisa menerima alasan atau penjelasan saya, termasuk teman-teman saya atau teman Al, tidak apa. Karena yang merasakannya langsung ya saya, mantan atapun Al.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jaket lusuh

hari ini aku membuka lemari pakaianku menyusun ulang beberapa helai ingatan dan membersihkan debu dari kenangan. aku melihat jaket sag...