Rabu, 19 Oktober 2016

rindu

ada kalanya rindu harus kugantung pada apa saja yang kulihat juga kusentuh, bahkan kadang aromamu tercium selintas lewat udara di sela-sela kerja. harummu bagai memori sadar yang dapat muncul seketika tanpa sadar, tanpa sesiapa di dekatku. terkadang aku membayangkan aku terbangun pagi di sebelahmu lalu memainkan anak rambut yang rimbun pada ponimu. aku selalu suka menpermainkan anak rambutmu yang begitu lembut, jika sudah kukatakan aku menyayangi mereka kau pasti akan memasang wajah cemberutmu lalu mengacak-acak ponimu agar aku tidak bisa melihat mereka. aku akan tertawa kemudian mengecup bibir manyunmu setelahnya.
jika sepasang kekasih selalu mengusahakan yang terbaik bagi kekasihnya mana mungkin Tuhan tega memisahkan kita, bukan?
rindu-rindu kita akan terbalas, air mata dan keringat kita akan berganti tawa riang kelak saat mengenang semua kesusahan ini. saat semua doa terwujud begitu mudah mungkin kita akan berhenti berusaha, lalu berhenti belajar. kita bukan orang-orang yang mudah berhenti, bukan? kau akan menguatkanku dan aku adalah penguatmu.

Minggu, 09 Oktober 2016

Membedah Sisi Linguistik Kalimat Pak Basuki

Sebenarnya saya sudah malas untuk membahas hal ini. Namun nurani saya terusik saat pembela Pak Basuki berdalih tidak ada yang salah dengan kalimat Pak Basuki. Salah satu yang membuat saya heran adalah pernyataan Pak Nusron Wahid yang notabenya adalah tokoh NU.
Baik, dalam tulisan ini saya tidak akan berpolemik masalah agamanya (jelas saya bukan ahlinya). Tulisan ini akan lebih difokuskan untuk membedah sisi linguistik, sisi kaidah bahasa yang beliau gunakan.
Ini adalah potongan kalimat beliau :
*“Dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macam-macam..”*
Sengaja saya fokuskan pada kalimat yang menimbulkan polemik ini. Saya sudah melihat keseluruhan video, dan memang masalahnya ada pada frasa ini.
*Terjemahan versi sebagian besar orang* : Pak Basuki menistakan surat Al Maidah. Al Maidah 51 dibilang bohong oleh Pak Basuki.
*Terjemahan versi pembela Pak Basuki* : Pak Basuki tidak menistakan Al Maidah 51. Dia menyoroti orang yang membawa surat Al Maidah 51 untuk berbohong.
Mari kita bedah dengan kepala dingin. Jika kita ubah kalimat di atas dengan struktur yang lengkap maka akan menjadi seperti ini :
“Anda dibohongin orang pakai surat Al Maidah 51” – Ini adalah kalimat pasif.
Anda : Objek
Dibohongin : Predikat
Orang : Subjek
Pakai surat Al Maidah 51 : Keterangan Alat
Dengan struktur kalimat seperti ini, jelas yang disasar dalam kalimat Pak Basuki adalah SUBYEK nya. Yaitu “orang”. Dalam hal ini orang yang menggunakan surat Al Maidah 51.
Karena Surat Al Maidah 51 di sini hanya sebagai keterangan alat yang sifatnya NETRAL. Saya analogikan dengan struktur kalimat yang sama seperti ini :
“Anda dipukul orang pakai penggaris.”
Struktur kalimat di atas sama, yaitu : OPSK . Jenis kalimat pasif. Subyek ada pada orang. Sedangkan penggaris merupakan keterangan alat yang bersifat netral.
Di sini menariknya.
Penggaris memang bersifat netral. Bisa dipakai menggaris, memukul dan yang lainnya tergantung predikatnya. Yang menentukan apakah si penggaris ini fungsinya menjadi positif atau negatif adalah predikatnya.
Nah masalahnya adalah apakah Surat Al Maidah 51 bisa digunakan sebagai alat untuk berbohong?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bohong/bo·hong/ berarti tidak sesuai dengan hal (keadaan dan sebagainya) yang sebenarnya; dusta:
Dan inilah arti dari surat Al Maidah 51 tersebut : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
Makna dari surat Al Maidah 51 tersebut sudah sangat jelas. Bukan kalimat bersayap yang bisa dimultitafsirkan. Tanpa dibacakan oleh orang lain, seseorang yang membaca langsung Surat Al Maidah 51 pun mampu memahami artinya.
*Kesimpulan saya, dengan makna sejelas ini surat Al Maidah 51 TIDAK BISA DIJADIKAN ALAT UNTUK BERBOHONG. Jadi ketika Pak Basuki berkata dengan kalimat seperti itu, sudah pasti dia menyakiti umat islam karena menempatkan Al Maidah 51 sebagai “keterangan alat” yang didahului oleh predikat bohong. Menempelkan sesuatu yang suci dengan sebuah kata negatif, itulah kesalahannya.*
Sebuah logika yang sama dengan kasus seperti ini :
Seseorang Ustadz menghimbau jamaahnya : "Jangan makan babi, Allah mengharamkannya dalam Surat Al Maidah ayat 3".
Pedagang babi lalu komplain. "Anda jangan mau dibohongi Ustadz pake Surat Al Maidah Ayat 3".
atau
Seseorang Ustadz menghimbau jamaahnya, " Al Quran mengharamkan khamr dan judi dalam Surat Al Maidah ayat 90".
Bandar judi dan produsen vodka pun protes, "Anda jangan mau dibohongi Ustadz pakai Surat Al Maidah Ayat 90. "
Jika Anda sudah membaca arti Surat Al Maidah Ayat 3 dan 90 , mana yang akan Anda percaya? Ustadz yang memberitahu Anda atau Pedagang Babi, Khamr, dan Bandar Judinya ?
Itu pilihan Anda. Namun sebagai orang yang mengaku muslim, jika Al Qur’an dan As Sunnah tidak menjadi pegangan utama kita, apakah kita masih layak menyebut diri kita muslim?
Pak Basuki yang terhormat, selama tinggal di Jakarta saya mengalami dua periode gubernur. Pak Fauzi Bowo dan Pak Basuki. Secara kinerja, saya angkat topi terhadap Anda yang sudah membuat banyak perubahan di kota tercinta kami ini.
Katakanlah kinerja Pak Basuki ibarat makanan yang sangat enak (walaupun tentu saja ini debatable) , bungkus makanan ini sangat kotor. Saya ambil analogi makanan kesukaan saya adalah Mie Ayam. Saya akan menolak memakan mie ayam itu jika dibungkus memakai kulit babi yang busuk. Namun saya akan memakan mie ayam tersebut jika dibungkus dengan wadah yang bersih dan halal.
Jika ada dua pilihan untuk masyarakat Jakarta :
1. Makanan enak namun bungkusnya kotor dan haram
2. Makanan enak dan bungkusnya bersih dan halal
Maka saya yakin masayakat Jakarta ini akan memilih yang kedua. Bagaimana dengan Anda?
Jakarta, 7 Oktober 2016
Brili Agung
Penulis 23 Buku

Rabu, 05 Oktober 2016

Oktober bersama AL

apa aku harus bahagia atau bersedih ketika setiap tahunnya bulan terlewati dan menemukan Oktober di bulan yang ke sepuluh. bulan ini umurku semakin banyak namun artinya juga jatah hidup berkurang. aku masih anak bungsu Ayahku, masih suka merengek walau bukan kepada Ayah sebab sekarang aku merengek biasanya pada kekasihku atau kepada teman dekatku untuk sekedar dimasakan makanan kesukaanku atau ditemani ke suatu tempat.

Oktober ini aku mencapai 29 tahun, karirku sedang berjalan, keluargaku baik-baik saja, keponakanku bertambah satu, Ayah semakin menua namun masih sehat insyaallah dan yang paling membahagiakan adalah AL. dia pindah dari kotanya dan bisa tinggal di kotaku. ia melajutkan kuliah, aku masih bolak-balik berkerja ke luar kota dan weekend kami menghabiskan waktu bersama.

kami menyewa sebuah rumah yang damai, cukup luas untuk kami bercengkrama, tetangga yang baik hati sebab AL sering kutinggal kerja namun mereka lumayan perhatian padanya. AL menjadi kado kebahagiaan yang tanpa kuasaku namun Tuhan kirimkan menemani kaki-kaki gontaiku. tawanya pelukannya selalu bisa menguatkanku, membuag kesedihanku juga kutukan pada banyak beban di hari-hariku.

Oktober ini biarkan AL menjadi kado terindah yang Tuhan berikan pada hari kelahiranku.
selamat datang AL, selamat atas turut hidup dalam kehidupanku. Terimakasih.

jaket lusuh

hari ini aku membuka lemari pakaianku menyusun ulang beberapa helai ingatan dan membersihkan debu dari kenangan. aku melihat jaket sag...