Selasa, 03 Desember 2019

menutup tahun dengan banyak kisah kelam



selasa lalu saya pulang kerja dengan keadaan menangis sesenggukan sepajang jalan, pasalnya ada seorang anak yang mengadu pada saya bahwa dia kemaren berkali-kali tidak masuk kelas karena dipukuli oleh Bounya, Bou ini sebutan untuk adik ayahnya. anak ini tinggal dengan bounya karena ibunya sudah meninggal, sedangkan ayahnya menikah lagi dan tinggal di Jakarta.

sudah sejak lama ia tinggal dengan Bounya, biasa ia selalu menahankan setiap kali bounya memukul atau menghajarnya sampai babak belur, tapi minggu itu dia sudah tidak tahan. ia ditendang sampai terhempas ke dinding. setelah babak belur akhirnya ia memutuskan kabur ke tempat Opung dari pihak ibunya. lalu keluarga almahrum ibunya pun melaporkan kejadian itu pada polisi dan Bounya diancam hukuman penjara, tapi barangkali mereka akan menempuh jalur damai.
saya bersyukur ia memutuskan kabur dari rumah itu, andai saja ia justru memilih untuk bunuh diri entah bagaimana saya harus menanggung beban moral sebab selama ini saya tidak pernah bertanya serius mengapa wajahnya lebam saat datang ke sekolah.

Ia anak yang sangat periang, dan suka sekali menjahili saya pernah suatu hari saya melihat lebam di wajahnya, saya sekedar bertanya, “kenapa wajah kamu?” dia hanya cengengesan dan bilang jatuh. saya menganggapnya ia memang ceroboh. hingga saat kemarin ia bercerita saya benar-benar lemas mendengar semuanya.

Kebetulan pada saat itu jam terakhir saya masuk, tidak lama jam pulang pun tiba dan kami berpisah, lalu saya pulang dan menangislah saya di sepanjang jalan menuju rumah.

sebenarnya yang saya khawatirkan bukan hanya dia bagaimana menghadapi kerasnya hidup, tapi juga bagaimana trauma ini akan ia hadapi nanti ke depannya. saya akui saya juga punya pengalaman kelam seperti dia. makanya menangis saya sebenarnya lebih disebabkan kesakitan yang turut saya rasakan akibat ketidakberdayaannya melawan orang dewasa yang jahat dan abusive.

kasusnya diselesaikan secara kekeluragaan dan ia tidak lagi tinggal bersama Bounya setidaknya saya cukup tenang, biar pun setiap jumpa saya akan terus menanyakan kabarnya. saya berjanji untuk lain kali ketika ada anak-anak yang mengalami hal serupa saya harus lebih peka bertanya dan lebih perduli pada anak-anak.

mereka hanya anak-anak, sebagaimana pun nakalnya mereka tidak berhak mendapatkan perlakuan kasar dari orang dewasa apalagi ia perempuan yang bahkan hampir tidak pernah berbuat onar.

kemarin malam saat diskusi tentang bagaimana pelaporan atas tindak kekerasan dan juga perkosaan saya lagi-lagi mendengar cerita tragis yang ditangani oleh salah seorang pendamping sekaligus advokat. semua kejahatan yang disebabkan manusia pada manusia lain selalu menjadi ketakutan yang saya kadang tidak tahu bagaimana harus menanganinya. beruntung saya punya komunitas yang saling menguatkan perihal seperti ini, biar pun lutut rasanya lemas setiap kali mendengar cerita begini, selepas itu kami biasanya akan berpelukan dan mencari solusi penyelesaiannya.

manusia benar-benar jahat pada manusia lain. belum lagi orang-orang dewasa yang sanggup menjahati anak-anak.

Entah mengapa dunia harus diciptakan jika Tuhan juga menciptakan manusia-manusia jahat,
dan entah mengapa harus ada kejahatan.

lelah kah, desember?

kemarin aku memutuskan menjadi lantai
malam ini aku menjadi buku
lain kapan aku menjadi belati.

aku menjadi sia-sia dengan sengaja
menjadi terbaca andai kau berusaha.

dinding tembokku kubangun selepas semalam kau hancurkan,
sesekali kuhancurkan dengan sendiri, lalu terbangun lagi dengan sendiri.
begitu seterusnya.

cela hanya milikku,
sanjung selalu bagimu.

hubungan ini hanya pesakitan yang merajuk
selalu harus dipujuk
esok mengulang nada yang sama
memekakkan, memuakkan.

kita sama akan lelah, menua dan sia-sia di sini
kita akan mati di dalam diri sendiri-sendiri.


jaket lusuh

hari ini aku membuka lemari pakaianku menyusun ulang beberapa helai ingatan dan membersihkan debu dari kenangan. aku melihat jaket sag...