Jumat, 25 Oktober 2013

Menyesal.

Saya kemarin baru dapat kabar dari mantan siswa STM saya, dulu sempet tukeran nomor Hp karena dia ketua kelas dan saya Wali kelasnya. Dia beberapa kali bilang minta bantu cari kerjaan karena dia udah tamat sekitar 3tahun yang lalu.

Dan berhubung kemarin si pacar keinget kalau temennya ada minta cariin orang buat kerja jadi saya sodorin lah si mantan murid saya ini. Nah, kita jenjian ketemu digang deket kontrakan. Saya tau lah dari jaman dia sekolah dulu, dia memang orang kurang mampu, tapi pinter dan baik anaknya.

Nah besoknya saya baru dapet berita dari dia, dia bilang sebenernya pas ketemu itu dia mau ngobrol banyak tapi karena cuma sebentar jadi dia lupa. Dan dia kirim sms bilang kalau teman sekelasnya dulu sebut aja namanya Satria, ternyata baru meninggal.

Ada dua orang sih yang dia kabarkan ke saya tapi yang satu meninggal karena kecelakaan. Keduanya anak murid saya. Yang saya sesalkan adalah, ternyata si Satria ini meninggal karena bunuhdiri.

Demi Allah saya Shock, sakiiitt sekali rasanya hati saya.
Bahkan sebelum saya tau dia kenapa bunuhdiri. Terlepas dari alasannya, yang menurut saya entahlah...
Yang jelas saya sangat menyesal sebagai gurunya, mungkin dulu saya lupa mengatakan pada mereka bahwa "Hidup itu bukan cuma soal diterima dan menerima, tapi juga soal bertahan".

Yah bertahan, harusnya ia bisa bertahan ketika tidak diterima, bertahan ketika sakit, bertahan bahkan ketika semua orang tidak menginginkannya ada.

Saya pasti lupa bilang kepadanya, kepada murid-murid saya dulu.
Beban moral yang sangat besar ketika saya tau anak-anak yang pernah saya didik berakhir tragis.

Saya tau betul satria orangnya seperti apa, dia anak yang ramah, lucu, baik dan lumayan cerdas.
Bagi saya yang dulu awal pertama ngajar dikasi kesempatan malah di STM yang isinya 100% laki-laki, sedangkan saya paling hanya 3 atau 4 tahun diatas umur mereka itu maka itu lumayan membebani.

Jangankan beban mengajar yang saya masih seperti tarjan, lompat sana sini, mencari materi yang benar mereka butuhkan. Tapi untuk menenangkan kelas, mengkondusifkan efektivitas belajar mengajar saja sudah susah.

Gak cuma ribut, lempar-lemparan, keluar masuk tapi ada yang tidur dan macam-macam tingkah lainnya.
Saat itu, mereka mau mendengarkan saya menjelaskan pelajaran, mau membuka buku buat mencatat sudah prestasi luar biasa.

Memang tidak semua kelas begitu, ada beberapa juga yang lebih tenang dan rajin belajar.
Tapi yang jelas apapun itu, saya merasa bersalah dan terbebani dengan kejadian ini, bahwa seharusnya saya tidak hanya fokus kepada pelajaran tapi lebih ke pendidikan hati dan nasehat bijak. Bukan untuk menggurui, menjatuhkan, atau menghakimi. Tapi sebagai pedoman saat mereka bingung apa yg harus mereka lakukan saat terjepit, dan andai saja waktu itu saya sempat mengatakan apa yang harusnya saya katakan agar Satria berpikir jernih dan menimbang serta bertahan, mungki kejadian tidaklah begini. Terlepas ini memang takdir Allah SWT.


Saya belum pernah bisa bangga menjadi guru, tapi saya merasa kewajiban saya membebani ketika belum sepenuhnya saya berikan pda anak didik saya.

Maafkan ibu nak, ibu tau ibu salah.
Mungkin dulu ibu kurang memperhatikan kamu, semoga Allah melapangkan kuburmu. Aamiin.
Ya Allah, beri hamba kesempatan untuk lebih baik kedepannya. Aamiin, aamiin yarabbalalamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jaket lusuh

hari ini aku membuka lemari pakaianku menyusun ulang beberapa helai ingatan dan membersihkan debu dari kenangan. aku melihat jaket sag...