Sabit malam ini indah sekali, persis
seperti dua bola yang di letakkan sejajar kemudian salah satunya digeser
perlahan hingga membentuk seperti irisan tipis, “bulan itu sangat istimewa,
bergeser sedikit saja keindahannya benar-benar menakjubkan, apalagi jika datang
purnama. Biarpun begitu aku lebih suka sabit, ia seperti menyimpan rahasia
malam, rahasia-rahasia kelam yang hanya ditakdirkan untuk disimpan sendiri
sekalipun menyakitkan, sedangkan purnama seolah memperlihatkan semuanya, indah
sempurna. Dan bagiku tak ada hal yang sempurna. Kau tahu Hanah, kau itu seperti
sabit malam ini, misterius namun menenggelamkan”, begitu katamu saat kau
menjelaskan mengapa kau suka sekali melihat langit pada malam hari, apalagi
di saat bulan terlihat sabit seperti sekarang.
Malam terasa seolah meniupkan aroma
kesakitan di ulu hati. Angin bertiup bagaikan membawa kabar bahwa kerinduaan
itu adalah hal yang memang harus kunikmati sendiri. Sambil menggenggam liontin
logam yang menggantung di leher ini, rasanya aku memang hanya bisa menyesapi
kerinduaan di sesaknya angin malam. Kalung dengan liontin sabit ini tak pernah
lepas dari leherku, karena aku masih selalu berharap bahwa suatu hari kau akan
datang kembali menemuiku, dan mengingat kenangan kita lewat liontin ini.
Aku sudah bertahan berjam-jam memandangi
bulan sabit dari gubuk tua ini, aroma tanah yang basah setelah petang tadi
diguyur hujan, malam ini benar-benar terasa sangat menyayat hati. Dedaunan yang
sudah berhari-hari ditempeli butiran debu hingga membuat warnanya tak lagi
hijau, terlihat seperti kekasih yang sudah lama tak pernah bertemu, saling
menahan rindu dan sekarang mereka bisa menikmatinya, saling membasahi, melepas
dahaga. Angin meniup dedaunan seolah mereka tertawa riang dan melambai
kegirangan, menggeliat menikmati sejuknya malam.
Aku merindukan tawa renyah mu dengan
tatapan bola mata biru yang penuh cahaya itu. Terkadang kau terlihat seperti
anak kecil yang suka berceloteh jika sedang menceritakan banyak hal konyol
tentang petualanganmu, bahkan dengan mengingat semua ceritamu membuatku
tersenyum sendiri. Bagaimana mungkin seorang putri sepertimu melakukan hal-hal
konyol dan lucu seperti itu. Bukankah seharusnya kau bersikap sedikit kaku,
sibuk menjaga sikap atau wibawa dan entah apalagi, tetapi justru sifatmu
itu lah yang tidak pernah bisa membuatku lupa.
Aku berharap malam tak kunjung lekas
berganti, aku masih ingin mengingatmu, mengenang wajah cantik namun terlihat
tampan milikmu itu. Kau memiliki tulang pipi yang seolah lebih maskulin dari
wanita manapun yang pernah ku temui, membuat wajah mu yang terlihat penuh
ketegasan itu semangkin menonjol. Namun jika kau sudah berceloteh banyak hal
maka kau akan terlihat seperti gadis kecil yang lucu sekali, penuh semangat dan
meluluhkan hati. Bukan, lebih tepatnya mengambil hatiku. Kau membuatku bahkan
merelakan hatiku begitu saja padamu.
Dan sekarang lihatlah aku, hanya mampu
menatap bulan sabit dari bumi di bawah gubuk tua ini, tempat kita mencurahkan
seluruh rasa. Kau, apakah kau juga melihat bulan sabit di sana. Kau pernah
berkata jika di bumi kami memiliki sebuah bulan, maka di planet kalian bahkan
memiliki 3 bulan di sekelilingnya. Satu saja seperti di bumi malam ini terlihat
indah, apalagi di planet mu.
Sesekali juga aku pernah berhayal, bisa berjalan bersama denganmu bergandengan sambil menikmati ketiga bulan yang konon sangat indah menurutmu di tempat kau tinggal di sana. Tapi terkadang hayalan itu hanya berakhir perih di hati, menyisakan isakan demi isakan di pertengahan malam ketika aku mulai mengenangmu. Kerinduan ini sungguh sangat ingin kunikmati hingga aku lupa caranya mengingat hal lain selain dirimu.
Tara.. kapan kau akan datang kembali
untuk menemuiku, apakah portal yang kau coba bangun lagi itu tak pernah bisa
terwujud, hingga kau tak bisa lagi ke bumi. Bukankah di sana kehidupan kalian
jauh lebih hebat dari kehidupan kami di bumi, bahkan pesawatmu yang pernah kau
ceritakan itu tidak hanya bisa menghilang tetapi juga bisa terbang dengan
manufer-manufer aneh. Kau juga berasal dari ras Nordics yang merupakan ras
paling tinggi dijagad raya sana, aku tak heran jika sebagian menganggap kalian
utusan Tuhan untuk bumi, bahkan manusia yang percaya mengagungkan kalian
sebagai malaikat-malaikat utusan Tuhan.
Berita terakhir yang datang padaku hanya
melalui si grey utusanmu yang masih tertinggal di bumi, tapi itu sudah cukup
menenangkan hatiku. Setidaknya aku tahu kau baik-baik saja di sana biarpun aku
tidak tahu harus sampai kapan aku berharap dan bisa bertahan di bumi.
#Lullaby #EnamTigaEmpatBelas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar