Rabu, 29 Mei 2019

kau adalah Tuhan


percakapan denganmu selalu menjadi candu
seperti saat kau katakan, 
kau adalah hamba
sekaligus Tuhan atas dirimu sendiri.
aku mengamininya, 
separuh dari penjelasanmu masuk logika
separuhnya kubiarkan terbawa angin
sayup-sayup berulang
semakin sering, semakin nyaring.

kukira juga begitu,
kau hamba saat butuh sesuatu di luarmu
sedang kau menjadi Tuhan saat kau bebas menentukan.
obrolan Tuhan ini kita dapat dari kedai kopi
saat berjumpa dengan seorang Opung, seorang teman, 
lalu menyusul segerombol kawan.

aku selalu suka diskusi absurd versi mereka
kau juga.
aku tahu kau selalu lebih sering mendengarkannya
kemudian membawa segumpal pertanyaan
kau limpahkan padaku di jalanan atau saat sampai kita pulang.
kau tidak butuh jawaban, kau cuma suka didengarkan.

aku juga sering menikmati momen diamku
aku biarkan kau menanyakan apa saja
lalu tanpa kujawab, kau menganalisa sendiri
segala pertanyaan kemudian menyimpulkan jawaban.

kita lebih sering berbantah-bantahan
lalu saling menyalahkan
tertawa cekikikan
saling maki-makian

kemudian kita mengakhirinya dengan sebuah pelukan.

maka benarlah katamu, 
kau memang hamba dan Tuhan di saat bersamaan.




Jumat, 17 Mei 2019

pulanglah, nak

bagi anak yang tidak lagi punya kedua orang tua seperti saya lebaran tidak lagi menjadi suatu kebahagiaan sebab akan berkumpul dan menikmati masa liburan bersama keluarga. jauh bahkan sebelum datang lebaran kesedihan sudah meronta-ronta, membayangkan pulang tanpa akan pernah diharapkan kedatangannya kembali oleh kedua orang tua karena mereka sudah tidak ada itu benar-benar menyakitkan.
kemarin saya ke luar kota, barangkali karena kebetulan momennya saat sedang ramadhan, begitu turun dari kereta api rasanya jantung ini semacam ditusuk sesuatu. lubang kesedihan saya rasanya kembali menyerap segala kesedihan di kota itu. banyak memang suka duka yang sudah dilewati selama empat tahun untuk bolak-balik bekerja ke sana, namun kemarin terasa sekali begitu berat dan membuat down. 
duduk dibonceng abang grab membuat saya hampir meneteskan air mata, betapa sebuah kepulangan menjadi begitu terbebani jika tidak ada yang mengharapkan kedatanganmu. bukan tidak ada sama sekali maksudnya seseorang yang benar kau sayang untuk mengharapkan kedatanganmu. saya bahkan tiap ke kota itu tidak tau harus menyebutnya kepulangan, kedatangan atau sebuah kepergian. tidak pernah membuat hati nyaman selain ketika saya ke sana bersama kekasih.  
kota itu dulu saya jadikan kota tempat membangun mimpi, perlahan saya meruntuhkannya sendiri dengan segala kecemasan-kecemasan saya. sepertinya kota berhati batu tempat lama saya tinggal tidak merelakan saya untuk bahkan berlama-lama bermalam di sana.  
impian saya ingin punya sebuah rumah sebenarnya di kota itu, karena cuaca di sana selalu lebih teduh dibanding dengan kota berhati batu. namun, kekasih saya lebih mencintai kota berhati batu, saya juga sebenarnya karena di sini kami sudah mengenal setiap inci kebusukan kota ini. di sana terlalu banyak perbedaan, saya tidak terlalu suka dengan orang-orangnya. tapi itu hanya karena kebetulan di tempat kerja saya banyak orang jahatnya. di luar tempat kerja barangkali orang-orang lebih baik. 
saya ingin mendengar ibu saya berkata, "pulanglah, nak, kau sudah lelah bekerja di kota. peluk ibu akan menghilangkan segala resah dan kesusahanmu."


Senin, 13 Mei 2019

lubang hitam

tubuhku lubang hitam kesedihan, jika bertemu kesedihan lain semua akan terhisap larut dalam lubang hitam di tubuhku. berapa pasang mata yang telah kuhisap sedihnya,
lalu berapa banyak sisa rongga di tubuh agar penuh?

Jumat, 10 Mei 2019

samudera kesedihan

kalian pernah melakukan perjalanan tapi yang kalian lihat adalah kesedihan demi kesedihan. saya tidak tahu semakin tumbuh dewasa tubuh saya semacam memiliki kapasitas besar untuk menampung banyak kesedihan dalam hidup ini. menyebalkan tentu saja, tapi tidak bisa saya tolak.
setiap kali bertemu dengan orang baru atau pun sekedar berpapasan dengan orang asing, saat saya menatap kedua mata mereka rasanya tatapan nanar dari kedua mata yang mereka lemparkan langsung merasuk kedalam lapisan kesedihan pada tubuh saya. berkali-kali saya coba menolak dengan berpura-pura tidak menatap sepasang mata mereka, namun tetap saja sepasang mata lain sudah menunggu hendak mentransfer kesedihannya pada saya.
sore tadi beberapa pasang mata itu menjadi bahan pikiran saya, kesedihan lain yang membawa hati saya menjadi terlalu lemah dengan banyak hal. ada sepasang mata bapak tua di belakang mobil pick up. ia hanya menatap jalanan kosong sebab mobilnya berjalan maju namun ia duduk menghadap belakang. saya berada tepat di belakang mobil itu. kesedihan sepasang mata itu langsung menusuk lapisan ruang kesedihan dalam diri saya. 
kemudian saya melihat sepasang mata bapak penjual kacang dan kerupuk yang menjajakan dagangannya dengan berjalan kaki sambil membawa tongkat. juga berpasang-pasang mata lain yang saya temui sore tadi. kesedihan-kesedihan itu seolah punya ruang sendiri dalam tubuh saja. ia seperti membuka pelukan yang begitu luas untuk menampung segala kesusahan hati semua pasang mata yang saya temui di mana saja. 
apa yang terjadi sebenarnya? apakah tubuh saya berubah menjadi samudera kesedihan agar siapa saja dapat menumpahkannya, lalu saya akan membawa kesedihan mereka ke tempat yang entah kemana asalkan tidak kembali pada mereka?

Selasa, 07 Mei 2019

keyakinan yang entah

saya meyakini beberapa hal dalam hidup saya yang entah mengapa seolah tertanam di kepala. beberapa hal mungkin berdasarkan pengaruh dari sekian orang yang saya lihat biar pun tanpa sengaja namun kadang semuanya semacam saling mencari jalan untuk menemukan kecocokan.
pertama saya meyakini bahwa saya akan mati muda, namun ini karena kesedihan yang selalu saya biarkan menumpuk, juga karena saya suka sekali menjenguknya di setiap kesedihan lain datang memuncak.
biasanya untuk melupakan kesedihan yang sedang hadir saya sengaja menjenguk kesedihan lampau yang menurut saya lebih menyedihkan agar perasaan saya sedikit membaik. maka barangkali saya akan mati muda karenanya. karena kesedihan-kesedihan saya sendiri yang saya biarkan menjalar dari ujung kaki hingga ujung rambut, dari luar juga jauh dari dalam. dari sadar juga dari alam bawah sadar saya sendiri.
lalu kalau pun saya bertahan hingga tua, saya meyakini akan menua sendirian. jauh dari semua orang atau dekat dengan keluarga tapi tidak tinggal dengan mereka. saya tidak suka dibaweli, tidak suka menjawab banyak pertanyaan yang sambung menyambung, apalagi saat saya sedang mengerjakan sesuatu atau pun saat sedang melamun. saya tidak suka diajak bicara pada waktu-waktu tertentu, dan saya meyakini tidak akan ada yang betah dengan kehidupan saya yang suka kesepian. 
juga hal lain yang saya yakini adalah orang terdekat saya suatu hari akan pergi, entah menikah, entah hanya untuk sekedar menjauh dari kehidupan saya. sejak jauh hari saya sudah menyipkan hati saya. saya akan lekas sembuh dari luka apa pun, apa saja. bukan karena tidak cinta tapi memang begitu lah seharusnya. yang pergi akan berlalu yang ditinggal harus terus maju.  
saya tidak akan pernah menghalangi orang lain untuk pergi atau datang sekedar singgah dalam hidup saya. buat saya takdir itu simpul menyimpul. semua akan terhubung dengan sebab akibat dan selalu ada ibrah selepasnya.


jaket lusuh

hari ini aku membuka lemari pakaianku menyusun ulang beberapa helai ingatan dan membersihkan debu dari kenangan. aku melihat jaket sag...