Minggu, 16 Agustus 2015

Sensitif kalau udah urusan ini -_-


Pernah mencintai seseorang yang berbeda keyakinan? Bukan soal kamu yakin kamu cakep tapi dia enggak, ini soal beda agama maksud saya. Atau pernah menjalin hubungan dekat dengan seseorang yang berbeda agama? Yah kali ini saya ingin sedikit membahas soal ini.

Pemahaman soal berbeda agama ini sedikit pelik jika sibuk dicari-cari perbedaannya, namun menjadii sederhana dan seolah tak menjadi penghalang jika sama-sama saling toleran. Nah, saya sebagai muslim dan pernah mengalami sendiri kondisi ini ingin sedikit bercerita atau berbagi saja, sama sekali tidak bermaksud menggurui atau apalah itu pikiran negatif yang membuat kalian berprasangka buruk. Buanglah, karena sungguh tidak ada maksud demikian.

Kebetulan saya memang dari kecil tinggal dilingkungan muslim, bersekolah juga di sekolah agama hingga suatu hari saya menjalin hubungan dengan kekasih perempuan saya, sebut saja Ms X yah. Saya memang sedikit kewalahan di awal-awal hubungan kami, apalagi jika dia mengajak saya untuk berkunjung kerumahnya dan menginap.

Berkali-kali saya sempat menolak dengan mencari-cari alasan yang tidak sampai membuatnya sakit hati, hingga hubungan kami sudah sampai ketahap sedikit sudah saling terbuka dan terus terang menjelaskan. Jadi, ketika ia kembali mengajak saya maka saya to the point bertanya soal yang sedikit sensitif, seperti: Bagaimana nanti jika saya mau sholat, Apakah anjingnya masuk ke kamar, gimana soal makanan di rumah, apakah ibunya sering memasak *maaf* babi atau yang saya tidak boleh makan lainnya, samapai tempat untuk memasaknya. Kemudian dia berhasil meyakinkan saya maka dengan bismillah yang berulang-ulang saya ucakan saya pun ikut kerumahnya.

Ibunya memang pembersih sekali, dan mereka tidak memelihara anjing unt di dalam rumah, jadi saya sedikit merasa lega. Nah masalah lain muncul ketika harus makan atau tidak, berkali-kali datang berkunjung kami hanya masak mie dan telur karena ia tidak berani juga meyakinkan saya soal makanan halal dan haram, namun seiring waktu ibunya juga mengerti dan saya kembali meyakini bahwa ibunya sudah paham, ia tidak memasak dengan alat yang sama ataupun bekas minyak yang sama untuk saya, jika misalkan ia telah memasak makanan yang saya tidak boleh makan, maka ibunya sendiri yang akan mengingatkan  Ms X untuk membedakan mana yang bisa saya makan dan yang tidak.

Namun diawal saya yang selalu dimasakan mie oleh si Ms X ini, kakaknya pernah marah-marah karena ia bilang saya tidak menghargai makanan dirumah ibunya, namun karena kakaknya di jakarta tidak tinggal dengan ibunya maka si Ms X berhasil menenangkan ibunya. 

Memang betul sebagian muslim sendiri tidak perduli soal ini, tetapi boleh percaya atau tidak sebagian kami juga masih ada yang menjaga dan mencoba memilah. Jujur saya bukan muslim yang sangat taat, saya hanya masih melakukan beberapa yang wajib saja, banyak hal lain yang masih saya langgar namun untuk yang ini saja punya pandangan sendiri.

Kakaknya bilang, temannya yang muslim jg kalau datang kerumahnya ikut makan apa saja yang dia masak. Memang benar, tetapi berhubung saya sedikit belajar soal ini maka akan menjadi 4sks setidaknya jika harus saya tuliskan disini.

Nah, saya dan Ms X sudah saling paham dan amat sangat mengerti soal ini sebab kami sudah bersama selama 5tahun. Bahkan sering ia yang menegur atau mengingatkan saya jika saya hilaf, lupa atau tidak tahu. Semisal mengajaknya makan di suatu tempat yang tidak jelas halal haramnya apalagi dilingkungan non muslim, dia pasti bilang.

Namun sekarang saya dekat dengan seseorang yang lagi-lagi beda agama, maka persoalan ini terulang kembali. Memakan makanan di rumahnya akan menjadi sesuatu yang harus dipersoalkan. Lagi-lagi dia berpendapat soal menghargai Ibunya yang dengan sengaja memasak untuk saya namun saya tidak memakannya.

Pernah saya sarapan pagi juga sambil ngobrol dan menemani ibunya memasak di dapur, saya pernah makan dengan bismillah yang berkali-kali saya ucapkan kembali. sungguh ini bukan soal kebersihan, sama sekali bukan, tetapi soal tempat memasak yang sama yang digunakan untuk memasak, dan bagi saya jika saya ragu maka saya lebih memilih untuk tidak memakannya.

Karena kali itu saya sangat ingin sekali menghargai ibunya dan keluarganya, maka saya pun ikut makan, namun memang hanya baru sekali itu. Hingga malam kemarin ibunya lagi-lagi sengaja berbelanja untuk memasak makanan. Sungguh saya ingin sekali memakannya namun hati saya menolak, saya harus bagaimana?

Saya bukan membandingkan dia dengan Ms X tapi ini menjadi pelajaran, karena saat dulu kejadian seperti ini terjadi Ms X lah yang menjadi penengah, ia pelan-pelan menjelaskan, berkali-kali mengulang dengan bahasa yang baik yang membuat ibunya akhirnya mengerti dan paham.

Nah ini lah yang saya harapkan kali ini dari dia, seharusnya dia menjadi penengah bukan malah justru bete dan membenci saya dengan menyalahkan bahwa saya tidak menghargai ibunya yang sudah memasak dan lain-lain.

Saya sudah mencoba makan sekenyang mungkin sebelum pulang ke rumahnya, pulang selarut mungkin agar ibunya sudah tidur dan tidak menyuruh makan dan pergi sepagi mungkin sebelum saat sarapan tiba dengan alasan terburu-buru. Sungguh saya sudah berusaha menghindar sebab saya tidak ingin menyakiti hati ibunya. 

Saya menghargai jika kalian yang beragama lain memakan apapun yang menurut kalian baik untuk kalian, tetapi jangan menyuruh kami apalagi jika kalian tau persoalan ini, bahwa makanan haram itu bukan karena bermaksud makanan itu menjijikkan tidak. Ini jauh lebih dari itu, jika kalian yang nonmuslim menganggap kami sok suci, sok bersih sungguh persoalannya tidak sesederhana itu. Bukan cuma makanannya saja yang membuat haram namun tempat pengolananya juga, alat yang digunakan itu juga harus di ‘samak’ jika ingin disucikan versi kami. Dan ini sulit sekali diterima bagi mereka yang menganggap ini hanya persoalan sepele. Maka seperti saya katakan akan butuh setidaknya 4sks untuk menejlaskannya atau jika kalian cerdas dan ingin mengetahuinya kalian bisa membaca dari buku atau google yang situsnya benar bukan abal-abal.

Lalu untuk urusan yang kalian katakan, "ah kawan aku ada muslim tapi makan apa aja yg dimasak ibuku". Nah soal itu wallahua'lam. Bukan urusan saya, karena bagi saya yang berpengetahuan rendah ini cukuplah apa yang saya tuliskan itu untuk mewakili hati saya. Terserah orang lain mau bagaimana, karena bagi saya saling menghaargai itu bukan soal "Kau makan apa yang aku makan, tetapi tentang aku menghargai apa yang kau makan jika itu menurutmu baik". Sudah. Sebab saya juga menghargai mereka yang tidak berpuasa saat saya berpuasa, menghargai yang tidak sholat saat saya sholat, menghargai kesukaan mereka yang mepunyai anjing. Dan saya tidak pernah mengajak Ms X atau dia untuk sholat, berpuasa atau menghalang-halangi mereka ibadah sesuai kepercayaan mereka.

Nah, bagi saya yang cupu dan bodoh ini, menghargai itu cukup ; Untukmu agamamu dan untukku agamaku. Kau kerjakan mana yang baik menurutmu dan aku lakukan mana yang baik menurutku, saling menghargai hanya sesederhana itu bagi saya.

Jika ada yang sensitif, kurang paham, sepele bahkan tidak perduli dan tidak mau tahu itu hak mereka dan jika masih ada yang ingin tahu saya hanya sedikit melakukan apa yang saya tahu, sisanya hanya soal kembali saling menghargai saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jaket lusuh

hari ini aku membuka lemari pakaianku menyusun ulang beberapa helai ingatan dan membersihkan debu dari kenangan. aku melihat jaket sag...