Minggu, 24 Juni 2018

kukira juga begitu.


being old and lonely


lagi-lagi saya belakangan ini berpikir ulang tentang menjadi lesbian dan memilih menua sendiri atau bersama kekasih. masa depan memang terlalu gamang untuk dihayalkan sekarang. namun, menjadi tua dan kesepian tentu menjadi alasan mimpi buruk di setiap malam yang berusaha saya tenang-tenangkan.  

ketakutan menjadi kesepian tentu bukan alasan saya untuk tetap tinggal dalam hubungan yang buruk, tidak sama sekali. umur 30 menjadi awal keresahan menjadi lesbian saya rasa. entah bagaimana harus saya tuliskan tetapi memang begitulah yang diraskan. 

lain kali saja saya sambung. sedang tidak bersemangat menulis.
   

Senin, 12 Februari 2018

cinta yang terlampau tua

saya membayangkan menjadi tua kelak akan ditemani barang-barang yang juga tua. saya ingin membangun sebuah rumah panggung di desa, di sebelah rumah Ayah dan Ibu, kata kaka saya yang pertama kalau saya tidak menemukan jodoh saya atau tidak mau menikah hingga tua, biar saya dekat dengan keluarga, kalau tidak dekat dengannya saya harus dekat dengan kaka saya yang nomor dua yaitu di rumah Ayah dan Ibu di kampung halaman saya. 

sejak beranjak dewasa saya mulai menyukai barang-barang klasik tidak terlalu mewah dan mahal memang tapi saya suka mengkoleksinya, memandangnya seolah saya telah membeli sejarah atau mengambil sebuah kenangan di sana. sepeeti Vespa, kalau sekarang saya hanya membeli kemudian menjualnya lagi suatu hari jika sudah menetap dan memiliki rumah sendiri saya pasti menyimpannya di rumah dan tidak akan menjualnya lagi. 

perkara menetap satu dua tahun ini saya harus memutuskan harus membeli rumah di kota Medan atau di kota lain, tapi untuk memiliki rumah panggung di desa itu sebuah mimpi panjang, jika uang berlebih setelah memiliki rumah di dekat tempat kerja saya akan membangunnya nanti. perlahan. rasanya kelak saat saya lelah dengan kehidupan di kota dan pensiun saya hanya ingin rumah panggung kecil dan bersih, dipenuhi tumpukan buku, Vespa tua, mesin tik, dan tumpukan daftar yang satu per satu saya susun di kepala belakangan ini. 

setelah mesin tik, terget berikutnya kamera, saya akan mulai berburu kamera jadul. menabung perlahan untuk hal-hal yang hanya bisa dicintai diri sendiri mungkin, saya hanya menyukainya, tak perlu lah banyak alasan untuk menjelaskannya. mungkin semacam jatuh cinta saja.


Senin, 29 Januari 2018

apa itu hidup? apa itu bebas?

bahagia? apa itu kebahagiaan, apa itu hidup, apa itu kebebasan? kita hidup di dunia apakah atas dasar keinginan kita atau kehendak orang lain? 

bukankah kita bahkan tidak meminta untuk terlahir di dunia, kemudian datang orang lain yang coba menentukan kapan kita harus bertumbuh kemudian lahir di dunia ini. mereka menamakan diri mereka orang tua, kemudian mereka banyak melarang hal-hal yang menurut mereka tidak baik dan memilihkan mana yang baik. 
 
bagaimana mungkin, kita, yang seharusnya memiliki kebebasan penuh atas diri kita malah menjadi orang yang paling tidak berdaya? sejak lahir kita tidak memiliki kekuasaan apapun bahkan untuk menentukan kapan kita ingin keluar atau kapan kita ingin tetap di dalam cangkang rahim-rahim wanita lain.  

maka lahirlah kita, di dunia yang fana, di mana hal-hal yang seharusnya bisa didapat dengan bebas harus berbayar, dan kita menjadi salah satu budak untuk memenuhi segala keperluan kita sendiri.
kita mulai belajar hal-hal yang sudah ditentukan, hal-hal yang dipelajari orang lain juga di seluruh penjuru dunia lain. kita menentukan mana layak mana tak layak, mana murahan mana yang bermerk, mana yang bagus mana yang sampah. 

kita menjadi salah satu dari orang-orang yang mencoba menentukan hidup orang lain, menjalin hubungan dengan orang lain yang mau menjadi seperti kita, mengikuti apa yang kita inginkan, jika tidak, kita akan mencari orang lain lagi yang mau, kita mulai membentuk kehidupan lain dari diri kita, apakah berupa nyawa-nyawa baru yang akan lahir atau kelompok-kelompok yang tergantung pada diri kita. 

kita menjadi sama jahatnya seperti orang lain, sama kejamnya, menentukan ini dan itu. mengatur semua hal, membuat keputusan berdasarkan keputusan terbanyak manusia lain yang mengakui bahwa itu benar dan ini salah.

di mana kekebasan? apa itu kebebasan? pernah kah kita benar-benar bebas di dunia ini?


Minggu, 21 Januari 2018

dear problems

tiba-tiba segala bad mood membaik, saya tahu Tuhan maha baik. segala yang menurutnya baik untuk kita tidak akan meleset, persis seperti maunya. 

pagi ini saya membiarkan segala keresahan bergelantungan di setiap sisi tubuh ini, saya siap menghadapi segala masalah. saya akan kuat. insha allah.

aku ingin menyumpahimu

aku ingin mencarut malam ini,aku benci malam di mana kau mencari segala cara menghancurkan hatiku. aku benci malam saat aku tidak bisa tidur sementara esok aku harus bekerja seharian. aku membencimu yang selalu tahu cara menghancurkan hatiku.

ketabahan langit

kau tahu mengapa langit begitu gagah, sebab memang ia yang paling tabah. ia menyimpan segala doa menjadi petuah,kemudian membungkusnya dalam bulir-bulir hujan yang turun ke tanah. 

lihatlah para pemujanya, berapa banyak mereka lahirkan kata-kata. menjadikan hatimu hangat hanya dengan membacanya. 

langit menampung segala keluh kesah, menjaga yang terpisah agar tak resah. langit tak pernah murka walau kau durhaka, ia memiliki hati seluas jagad raya.

sesekali jenguklah kata-kata yang terlahir dari rahim iba, aku menuliskannya melalui doa.

aku membiarkan diriku menjadi kesia-siaan semata, sebab aku tahu sebatas mana sebuah kata cinta. 

langit yang tabah menjadi saksinya, ia tahu seberapa banyak kau kusebut dalam doa. 


 

samudera

Aku seumpama air berisik yang mengalir, Pada tubuhku kubiarkan segala sepi berkejar-kejaran ke tepi. Menuju samudera atau ke pelukan kosongmu, Sesekali aku berhenti, tertambat menepi atau membelah diri. 
Aku ingin berkunjung ke pelukan,
Namun tak ingin ke pelukan kosongmu, Kau dan kekosongan serupa karib yang tak pernah jemu,Sedang aku menggigil karenamu. 
Kau bilang pelukmu hilang selepas seseorang tak pernah pulang, Kataku bukan, pelukmu sepi karena akrab dengan imajinasi. Aku menuju samudera, kuharap ia membuka peluk untuk tubuh liarku,Aku akan menetap atau mungkin hilang dalam dekap.

Selasa, 09 Januari 2018

bulan terkurang ajar by AL

dua ribu delapan belas, bulan pertama di tahun terkurang ajar kita membenturkan prasangka paling purba. rasanya langit tak lagi merah jambu setelah hari itu, hari dimana kepercayaan menjadi murah bahkan tak berharga. selepas segala hal berlalu-lalang di kepala dan hati kita, kita berkemas. 

harus ada yang selesai jika ingin memulai. katamu aku perempuan berhati kepang dua. bulan pertama di tahun terkurang ajar kita menemukan segala yang tega, orang ketiga, juga masa lalu yang bernama curiga. setelah ini semua, akankah kita bertanya-tanya, hati siapa yang paling berdarah-darah atau siapa yang lebih dulu dan siapa yang kemudian.

dua ribu lima belas, bulan ke sembilan di tahun serupa peluk kita saling memberi jalan pada ingatan. rasanya langit waktu itu bewarna merah muda, sangat muda hingga aku tak rela untuk lupa. kita berangkat, dan aku mencintaimu sampai tujuan. kau bahkan perjalanan itu sendiri yang dimana aku tak ingin berhenti.

purnama pertama di akhir tahun yang serupa peluk itu kita pandangi dengan rindu yang kuyup. rasanya waktu itu keresahan-keresahanku terasa cukup. tak ada ketakutan yang menuntut, rasanya hanya ada kebagaian yang terus menguap hingga aku sadar hatiku serupa balon udara yang kapan saja siap meledak dan jatuh.

kau perempuan bermata rahasia dengan punggung yang serupa semesta, kini rasanya banyak ketika, ketika kita memilih menjadi asing, ketika binar matamu tidak lagi menyalakan aku, ketika sela jemarimu tidak lagi serupa api unggun. kenapa ketika aku begitu mencintaimu, rasanya kau sudah berjalan terlalu jauh? tak bisakah kau kembali dengan hati lima belas september?


Senin, 08 Januari 2018

selamat malam, wahai hati.

wahai hati, 

malam ini aku ingn menuliskanmu sepucuk surat apakah bentuk surat elektronik juga masih dapat disebut sepucuk atau tidak, aku tak tahu pasti. bukan itu yang ingin kubahas padamu, aku ingin menanyakan perihal beberapa hal, semacam pertanyaan-pertanyaan ganjil yang kau sendiri pastinya yang tahu tanpa perlu bertanya pada logika atau apa saja selain dirimu. 

aku mau tahu apa yang sebenarnya terjadi padamu belakangan ini? kulihat kau tak lagi dengan bentukmu yang sama, seperti babak belur dihajar masa, tubuhmu berbalut perban dan air mata. apa yang terjadi selama ini, apakah kau tidak menggunakan pelindung untuk dirimu sendiri atau kau yang mencari-cari masalah kepada siapa saja yang datang menyapa?
dengar lah kau wahai hati. aku bukan tidak memperhatikan gelagatmu belakangan ini, kau lebih banyak menyendiri di sudut sepi, sesekali kau berdansa dalam sunyi, matamu kosong, lalu kulihat kau nanar meratapi hari. apa yang sungguh kau sembunyikan dari hidup ini? mengapa kau tak pernah berbagi pada semesta yang lapang, yang dapat menampung segala duka, yang dapat memenangkan segala iba. 

berkali-kali kukatakan padamu, kau bukan pohon tak berkaki, saat kau disakiti jangan kau pilih menetap hingga mati. kau bisa lari sesuka hati. aku akan meminjamkan sepasang sayap untuk kau pergi. sesekali jenguk lah aku disini, biar tak apa, aku bisa berdoa dari jarak beribu lapis bumi, semoga kau berhenti pada rumah yang kau cari. bukan sekedar singgah dan pergi lagi, menetaplah dan kau harus bahagia. 

Selasa, 02 Januari 2018

ingatan

bagiku, ingatan serupa kereta api, ia memiliki gerbongnya sendiri, dimana kau bisa menempatkannya sesuai daftar kepentingan. ada gerbong-gerbong yang sengaja dikosongkan entah karena ingin menyimpan ingatan masa depan atau memori yang telah hilang. ada pula yang berisi timbunan perasaan, mungkin sebagian kau paksa masuk sebagian kau usir dari tempat duduk.

seharusnya hatimu masinisnya, menjalankan semua sesuai selera, merindukan yang ingin kau pertahankan dan melupakan beberapa hal yang menyakitkan. lalu aku sebagai apa pada ingatanmu; mesin penghantar kerinduanmu, aku hanya penumpang saja. kapan kau berhenti kau persilahkan masuk, kapan kau benci bahkan tak perlu kau beri duduk.

kemana hati?

aku menyusuri beberapa hati, mengobservasi, kemudian kubiarkan diriku terlena dan tenggelam. bodohnya aku lupa meninggalkan tanda sebagai pengenal di sudut jalan datang, kupikir aku bisa hafal di mana jalanku pulang. sementara beberapa hal yang sengaja kulupakan mati-matian terus berlomba menjadi ingatan yang paling tidak ingin untuk tanggal.

perlahan kuraba-raba di mana kuletakkan ingatan, kukira kau mencurinya, menyimpannya di salah satu sudut di hatimu, kau simpan untuk kau sayang, sedihnya kudengar berulang kau berkata hatimu bahkan sudah dibawa orang.

aku bergegas melupakan ingatan yang sekarang, mengemas rindu untuk kubawa pulang, kukira kesempatan sesekali datang untuk kedua, ketiga pun seterusnya.



tak pernah istimewa

malam ini aku sadar, kusalah menafsir rindu. konon katanya di sudut-sudut malam, saat hujan turun, saat kopi di meja hanya tersisa ampasnya sedang mata tak juga ingin terlena, mungkin sebabnya karena kau sedang berada pada ingatan orang lain. pada rindu yang mereka simpan dalam ingatannya. pada sendu yang tertahan di pelupuk matanya. atau pada amarah yang kau simpan dalam kepala.

bagaimana jika rindu berupa kejahatan yang kau harusnya tak lakukan sejak awal, sejak kau tertawa dengannya kali pertama, sejak kau putuskan mengobati luka dengan bahagia. atau kau justru menafsirkan yang bukan rindu, kau lupa bahwa rindumu tak serupa rindunya. kau tak seistimewa masa lalunya. kau hanyalah seseorang yang berkebetulan singgah saat ia menyiram bunga.


Januari kedua

aku belum tahu apakah ini akan menjadi tulisan terakhirku tentangmu di sini. kurasa jika demikian yang terjadi, lagi-lagi aku harus berbenah dalam hidup ini. tentu banyak hal yang harus kuperbaiki, namun aku tidak akan memaksa cintamu lagi. aku sudah membebaskanmu. 

aku sudah memberi apa yang kau minta, kau meminta waktu untuk menyendiri tanpaku, aku memberikannya. aku memberikanmu selamanya. 

aku melakukannya bukan karena aku tidak lagi mencintaimu, tapi aku juga harus tahu batas hatiku bisa menerima semuanya. aku juga ingin memberikan jeda pada hatiku untuk tidak selamanya menjadi pecundang di rumahnya sendiri.

banyak hal yang sudah kita perjuangkan selama ini, bukan?, bahkan untuk sampai di posisi sekarang kita menguras banyak sekali air mata dan pengorbanan lain yang tak sanggup aku sebutkan betapa beratnya.

aku tidak mengatakan aku yang benar di sini, sungguh. aku tahu aku terlalu banyak salah kepadamu.

kurasa belakangan hatiku mulai berada pada tahap membiarkan, mencoba tidak lagi memperdulikan apa maunya hati dan kepalaku. dia mungkin lelah, mungkin juga rasanya telah berubah. aku tidak ingin memastikannya lebih jauh, karena untukku sakitnya masih berdarah. biarlah, biar ia berdiam dulu di sini, nanti jika saatnya tiba ia tentu akan meimilih kemana ia harus melangkah.


jaket lusuh

hari ini aku membuka lemari pakaianku menyusun ulang beberapa helai ingatan dan membersihkan debu dari kenangan. aku melihat jaket sag...